Sabtu, 27 Februari 2010

Ngopi di Anne's Cafe

Malam minggu terakhir di bulan Februari ini, saya dan teman-teman menemani Nuril, Islam Young Leaders 3 (IYL) terakhir yang akan pulang ke Indonesia. Memang tanpa rencana, tapi agaknya sudah menjadi kebiasaan bahkan budaya bagi mahasiswa ndonesia ketika menyambut kedatangan teman dari tanah air dan melepas kepergian teman ke tanah air selalu di iringi dengan "syukuran" atau dalam bahasa baratnya "party" sederhana dengan mengundang teman-teman yang terbatas jumlahnya.
Kami mengawali "party" ini dengan bersepeda melewati Leiden Centraal menuju rumah mba Sherley. Beliau adalah perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Belanda dan sudah lebih dari sepuluh tahun tinggal dan menetap di Leiden. Mba Sherley mungkin belum saya perjelas dan spesifikasikan pada kategori yang saya buat beberapa waktu yang lalu bahwa orang Indonesia yang tinggal di Belanda di bagi dalam dua kelompok besar yaitu orang Indonesia yang tinggal temporer dan orang Indonesia yang permanen.
Mba Sheyley, saya kelompokkan pada "varietas" kedua karena dia tinggal dan menetap di Belanda secara permanen bersama suami yang berkewarganegaraan Belanda ataupun bisa sebaliknya pria Indonesia yang menikah dengan warga Belanda seperti pa Suryadi yang bekerja di International Office dan menikah dengan perempuan Belanda dan sudah dikaruniai dua anak. varietas ini jumlahnya juga lumayan banyak.
Di rumah mba Sherley, kami hanya sebentar karena tujuannya memang hanya mengantar Nuril untuk berpamitan. Pulang dari rumah mba Sherley, kami memutuskan untuk "ngopi" di salahsatu kafe yang ada di Harleemstraat. Harlemstraat memang kawasan yang eksotis karena tempat ini dibelah oleh kanal yang lumayan besar dan di kanan dan kiri kanal tersebut terdapat bangunan-bangunan tua, kafe, restoran, dan toko-toko. setelah pilih-pilih, Nuril mengajak kami untuk "ngopi" di salah satu tempat yang cukup antik yaitu Anne's Cafe.
Posisi Anne's Cafe ini sangat strategis karena tepat berada di bawah jembatan kanal yang menghubungkan antara bagian kanan dan kiri kanal sehingga lalulintas manusia yang melintasi kanal tersebut cukup padat. Tapi walaupun cukup strategis dan terkenal diantara warga Leiden namun pintu masuk menuju Anne's cafe sangat sempit karena hanya selebar kurang-lebih satu meter dan tidak seperti menunjukan keterkenalannya.
Kami harus melewati kira-kita sepuluh meter susunan tangga ke bawah untuk sampai pintu masuk cafe tersebut. nah, ada kejadian yang cukup menarik ketika kami akan masuk ke dalam cafe tersebut. kejadiannya ketika teman kami yang tubuhnya lebih pendek dari kami dilarang masuk oleh petugas security karena menurutnya anda belum berusian diatas 18 tahun. Bahkan, dia menanyakan paspor kami. wah pikir saya urusannya akan panjang, tapi setelah dijelaskan bahwa kami semua adalah mahasiswa S2 Leiden yang sudah berusia lebih dari 25 tahun, petugas tersebut akhirnya mempersilahkan kami masuk kedalam.
Jadi untuk masuk kedalam sebuah Cafe ternyata juga ada aturannya. tidak sembarang orang bisa masuk khususnya untuk anak muda yang masih 18 tahun ke bawah. Pertanyaanya kenapa di larang? Ternyata "sederhana", di cafe-cafe tersebut disediakan minuman-minuman keras yang hanya boleh dikonsumsi oleh kelompok umur yang lebih dari 18 tahun. Petugas security tersebut menjalankan komitmen pemerintah kota untuk tidak membolehkan remaja dibawah 18 tahun untuk minum minuman keras dan tentu saja tidak bisa di sogok he he....
Anne's kafe di bagi dalam dua bagian yaitu bagian luar yang menjorok ke luar kanal dan bagian dalam yang sangat unik. Di bagian luar, lantai kayu menutupi kurang lebih 10x10 meter luas permukaan kanal dan diatasnya terdapat meja-meja dan kursi untuk makan dan minum. Di bagian ini ramai ketika musim semi atau panas karena dari tempat itu, lalu lalang pengunjung Harlemstraat bisa terpantau dari permukaan kanal. di musim dingin, bagian dalam kafe yang selalu ramai karena di bagian dalam selalu ada penghangat ruangan yang sangat membantu mengurangi kedinginan pengunjung.
Kemudian bagian kedua adalah bagian dalam. Interior Anne's Cafe sangat unik dimana pintu keluar dan masuk hanya satu. Dibagian dalam cafe, jalan masuk mengiris cafe menjadi dua sisi d kanan dan kiri yang dilengkapi dengan meja dan kursi ukuran 1x1 meter. ciri khas bangunan tua memang ada disini yang terlihat dari corak bangunan dan bentuk interiornya.
Nah kalo melihat Anne's Cafe saya jadi terinspirasi untuk membangun hal yang sama di Kota Serang. di kota Serang, ada dua jembatan yang walupun tidak besar tapi bisa di manfaatkan untuk tempat usaha-usaha kuliner: cafe atau rumah makan. jembatan pertama terletak di sebelah barat alun-alun kota Serang dan yang kedua jembatan yang melintasi kali banten yang ada di desa Ciawi, Benggala. sayabermimpi untuk membuatnya seperti Anne's Cafe suatu hari nanti. amiin...
Awalnya saya pikir Nuril mengajak kami ke tempat yang berbahaya bagi komitmen keislaman kami, namun pikiran itu sirna karena kami bisa memesan kopi susu dan jus. Mungkin dalam benak para pengunjung cafe yang hilir mudik, kelompok kami yang malam itu berjumlah lima orang termasuk kelompok aneh, kurcaci-kurcaci kecil yang hanya minum kopi dan jus bukan bir, wine, atau vodka seperti mereka. Anyway, malam minggu terakhir dibulan Februari dan terakhir bagi Nuril kami habiskan di Anne's Cafe dan dilanjutkan di Smaragdlaan untuk masak-masak. Semoga berkesan untuk Nuril dan tman-teman...
Ahad, 28 Februari 2010 Jam 9 pagi.

Rabu, 24 Februari 2010

Rapat JKI dan Red Light

Dua hari yang lalu, mas Alfa (yang ternyata dosen Untirta) melalui mlist mengundang saya untuk hadir pada hari Rabu tanggal 24 februari 2010 di rumah mba Dini di Amsterdam untuk membicarakan sikap intelektuil Belanda yang meminta pemerintahnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukan pada tanggal 27 Desember 1949. Rapat ini saya pikir penting untuk saya sebagai "warga" baru di Belanda paling tidak karena 3 aspek yaitu aspek sosial, idiologis dan tentu saja aspek rekreatif.
Aspek Sosial
Untuk aspek sosial, sebagai "warga" baru tentu saja saya harus memulai memperkenalkan diri, bersilaturahim, dan membina hubungan baik antara orang Indonesia yang ada di Belanda. selain bermanfaat untuk meningkatkan nasionalisme, bersilaturahim, seperti kata Nabi Muhammad, juga akan menambah umur dan rizki. Untuk tujuan terakhir ini biasanya sangat aplikatif karena rizki memang akan mengalir baik berupa "wakaf" baju-baju hangat dan sepeda, informasi, dan tentu saja makanan-makanan khas Indonesia yang jika beli di kafe atau restoran harganya sangat mahal, bisa sampai 8-10 euro untuk satu porsi gulai kambing atau sop buntut.
Bicara masalah orang Indoenesia di Belanda yang jumlahnya bisa mencapai ribuan, secara garis besar, di bagi menjadi dua kelompok besar yaitu warga Indonesia yang tingal di belanda karena tugas belajar, kerja atau keperluan yang bersifat temporer dan orang Indonesia yang secara idiologis "disingkirkan", tidak bisa pulang dan akhirnya menetap di Belanda karena perbedaan sikap politik dan idiologi dengan pemerintah orde baru.
Pertanyaan standar yang biasanya ditanyakan dihampir setiap pertemuan adalah; mas Rohman asalnya dari mana? wajarlah karena Indonesia itukan luas dan punya puluhan provinsi. biasanya saya menjawab "saya dari Serang, Banten" dengan penekanan yang agak meninggi ketika menyebutkan Banten karena menurut pa Mufti sebelum berangkat agar saya jangan meninggalkan Banten ketika berkenalan dengan teman-teman di Belanda dan tentu saja teman teman berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
Saya agak telat datang ke rumah mba Dini karena kang Hilman, senior saya yang mahasiswa S3 juga belum pernah ke rumah itu. sehingga perlu waktu untuk menemukan "trem No. 14" yang akan mengantar kami ke halte "Plein 40-45" di pinggiran kota Amsterdam yang luas dan gemerlap. Setelah "meliuk-liuk" di jalanan Amsterdam akhirnya trem 14 ketemu juga, dia mangkal diantara dua bangunan tua belanda yang salah satunya Istana Ratu Belanda, Betrix. setelah membelah kota Amsterdam, trem 14 sampai juga di halte itu. Di rumah mba Dini, sudah ada mas Alfa, pa Mintarjo beserta istri, mas siswa, mas najib, dan beberapa orang lainnya termasuk kalau tidak salah mas Arif yang kedua orangtuanya berasal dari Kaujon Serang.
Aspek Idiologis
Nah kita masuki aspek idiologis di bagian ini. kecuali saya dan mas Hilman, peserta rapat yang hadir merupakan rerpesentasi tim 13 yang memprakarsai terbentuknya Jaringan Kerja Indonesia (JKI) yang berusaha "menyatukan" berbagai kelompok masyarakat Indonesia di Belanda baik dari kelompok pelajar yang dikenal dengan PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) yang tersebar di hampir seluruh kota-kota di Belanda, kelompok profesional, warga yang tidak bisa pulang beserta anak-anaknya, dan kelompok kesukuan seperti dari Maluku dan Papua.
Dipertemuan itu dibicarakan isu sentral yaitu respon JKI terhadap sikap intelektual Belanda yang mendesak pemerintahnya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukan pada tanggal 27 Desember 1945. Ini yang menarik, memang setahu saya (dan harus diverifikasi lebih lanjut) di Indonesia ada 4 proklamasi yaitu proklamasi Komunis, proklamasi RI, proklamasi DI, dan PRRI. Di Indonesia sejak kita SD, guru-guru kita ketika menjelaskan tentang kemerdekaan Indonesia pasti tanggalnya adalah 17 Agustus 1945 dan kita selalu merayakannya setiap tahun. Anehnya di Belanda, para siswa dijelaskan bahwa kemerdekaan Indonesia itu tanggal 27 Desember 1949 karena menganggap proklamasinya tidak syah. bahkan Indonesia di anggap sebagai bagian dari wilayah Belanda yang membangkang sehingga pada tahun 1947 dan 1949 di lanjarkan "penertiban" pada wilayah yang dianggap mereka masih bagian dari Belanda melalui serangkaian tindakan militer yang kita kenal dengan Agresi militer Belanda I dan II. Belanda pada waktu itu tidak rela, merasakan kehilangan yang sangat atas kemerdekaan Indonesia yang merupakan daerah koloni yang sangat kaya raya dan makmur.
Dengan konteks tersebut, maka JKI berinisiatif menyelenggarakan kegiatan yang berbentuk sarasehan atau seminar yang akan mengundang beberapa intelektual Belanda untuk bersama-sama warga Indonesia yang ada di Belanda membicarakan isu tersebut dan sekaligus akan mendorongnya menjadi isu bersama. Rapat malam tersebut menyetujui komposisi kepanitiaan sarasehan termasuk tempat dan tanggal acaranya termasuk akan dimulainya komunikasi dengan beberapa intelektual belanda yang akan di libatkan sebagai pembicara pada acara tersebut. tepat pukul 21.10 mas Alfa sebagai moderator, menutup rapat tersebut dan tidak lama berselang saya dan mas Hilman pulang.
Red Light; Wilayah bebas nilai
Pulang dari rumah mba Dini, saya, mas Hilman, Pa Min dan Istri memilih untuk naik bus No. 21 karena bus itu lebih dulu menyapa dari pada trem (angkutan yang mirip kereta karena beroperasi diatas rel dan di kendalikan oleh jaringan listrik). Di Amsterdam dan Den Haag (dua kota yang saya kunjungi) trem beroperasi sebagai angkutan publik di tengah-tengah kota yang hampir setengahnya di uni bangunan-bangunan tua abad pertengahan. Sedangkan Bus beroperasi melewati pinggir-pinggir kota. Ketika sampai Amsterdam Centraal, mas Hilman menawari saya untuk "thawaf" di Red Light, satu wilayah pusat pelacuran dan narkotika di Belanda.
saya mengiyakan saja karena ga enak sama senior...he he. menanjaki jembatan Red light, bau ganja sudah tercium kuat membuat saya aga pusing. Red light terdiri dari beberapa blok bangunan yang beroperasi sebagai kafe, restoran, live sex theater, toko mainan sex, dan semua tentang sex. belok ke kanan kanal, setiap bangunan di sana di desain sedemikian rupa dengan lampu warna warni dan ruang-ruang ukuran kecil yang seperti etalase dengan kaca yang menjadi pemisah. didalam ruang-ruang kecil tersebut, terdapat perempuan-perempuan dengan pakaian sangat seronok menawarkan dirinya kepada setiap orang yang lewat dengan berlenggak lenggok agar menarik perhatian. Untuk yang tertarik bisa langsung buka kaca dan bertransaksi dan menurut kang Hilman, "harganya" relativ murah sekitar 40 euro. Dalam hati, saya sebagai manusia merasa kasihan dengan perempuan-perempuan yang sebagian besar masih sangat muda itu karena mereka diekploitasi hanya untuk beberapa puluh euro. setelah "thawaf", cukup satu kali, kami langsung ke stasiun Amsterdam dan sampai di Leiden Centraal jam 23.10. di sini kami berpisah, mas Hilman bawa sepeda dan saya naik Bus ke halte Turkoislaan dan sampai ke Smaragdlaan jam 23.50....setelah menghubungi yayang dan anak-anak, bobo deh...
Smaragdlaan 228 25 Februari 2010 jam 6 pagi


Sabtu, 20 Februari 2010

Kisah Si "Nyai tua" dan Sholat di masjid Den Haag

Waktu itu hari Jumat, jam menunjukan pukul 10.30 tepat. berempat; sy, zaenal, syahril dan ariza bergegas menuju halte Turkoislaan menunggu Connexxtion yang akan mengantarkan kami ke Leiden Central. tidak lama berselang, busnya datang. saya duduk di bagian belakang karena bagian belakang bus di disain lebih tinggi dari pada bagian depannya. ini sebetulnya sengaja di desain sedemikian rupa karena bagian depan bus biasanya untuk orang-orang tua yang usianya sudah lanjut. nah, dibagian belakang biasanya di tempati anak-anak muda, seperti saya.
Di Belanda, mungkin karena negaranya yang sudah sangat maju, saya banyak menemukan orang-orang renta yang hilir mudik di jalanan baik menggunakan alat trasportasi umum maupun kursi roda yang di disain seperti motor sehingga mereka masih merasa nyaman beraktifitas dijalanan dan tempat-tempat umum lainnya. baik pemerintah kota maupun warga kota sangat memperhatikan orang-orang renta ini buktinya mereka memiliki tempat-tempat khusus baik itu di Bis maupun di kereta. Dari kacamata saya, angka kelangsungan hidup mereka saya prediksi cukup tinggi ini bisa saya lihat dari tingkat keriput pada kulit-kulit wajah mereka. Satu hal lagi yang membuat saya salut, mereka, walaupun sudah tua renta masih sangat gemar membaca. sehingga di tempat-tempat umum baik di bis kota, stasiun, bahkan air port dan di dalam pesawat mereka masih menyempatkan diri untuk membaca baik buku, novel, majalah, atau koran. Luar biasa!
Mungkin, walaupun belum tentu mereka semua tahu, mereka sedang mengamalkan hadist nabi bahwa "belajarlah kamu sejak di buaian sampai keliang lahat." Hadis ini sudah dikenal sejak kita duduk di bangku madrasah tingkat pertama namun terkadang kita tidak mempraktekkannya dengan tuntas. Hanya sebagian kecil dari kita yang tetap konsisten mencari ilmu hingga maut menjemput. Kalau sudah begini, saya jadi teringat wajah-wajah orang-orangtua di Indonesia. Mereka yang tidak punya pensiunan harus tetap bekerja dan bekrja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga akhirnya lupa untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
Di atas rel menuju stasiun Den Haag HS ini, saya teringat "nyai-nyai" yang dahulu waktu saya SD, saya kenal sebagai "bibi kueh" yang selalu mampir ke rumah orang tua saya. Biasanya setiap pagi sebelum berangkat sekolah saya, adik-adik saya dan ema selalu membeli beragam kue-kue khas Serang seperti bontot, bakwan, bacang, kroket, gulang galing, ketan, cilok, combro, misro dan lain-lain di bibi itu. Karena persaingan dagang yang mulai ketat, bibi itu banting stir dagang sayur mayur yang di beli dari pasar Rawu selepas subuh untuk kemudian di jajakan jam 7 pagi melewati kampung-kampung seperti Cinanggung, Penancangan, Ciceri Jaya, dan KPN.
Beberapa tahun tidk bersua ternyata bibi itu sudah beralih profesinya. Tubuhnya tidak lagi kuat, tubuhnya sekarang sudah renta. bibi tersebut saya panggil "Nyai", sebutan untuk perempuan tua di serang. Nyai tersebut kembali banting stir karena menurut ema saya si Nyai sudah kehabisan modal karena daganganya selalu dihutang dan belum tentu para penghutang itu akan membayarnya karena daftar penghutang juga tidak tercatat. Sekarang, beliau berprofesi ngeruntuk (mencari barang-barang bekas seperti platik, besi, kardus, dan bekas aqua gelas untuk di jual ke pengumpul). Beliau biasa mencari rongsokan di daerah Ciceri dan sekitarnya.
saya tidak ingat namanya, tapi nyai tersebut secara tidak langsung banyak mengajarkan saya arti kehidupan. Nyai tersebut, walaupun sudah sangat renta tetap setiap hari mengais dan mencari rongsokan di tempat-tempat sampah di Ciceri. pernah suatu hari ketika saya jaga conter milik saya yang terletak persis di samping Dinas PU dan Disnaker Ciceri saya tidak melihat Nyai itu. sayapun bertanya kepada mang Usup dan beberapa teman "ojekers" lainnya kemanakah gerangan "Nyai" tersebut. menurut mang Usup Nyai tersebut habis keserempet motor jadi ga bisa ngeruntuk.
Wah, betul-betul kasian sekali nasib nyai itu. beliau saya pandang sebagai sosok perempuan tua yang tegar dan kuat, tidak pernah meminta-minta walaupun tubuhnya sudah semakin lemah. rela berkotor-kotoran untuk bertahan hidup dan menjaga kehormatan dari meminta-minta. mungkin jika dibandingkan, dua kisah diatas terlihat sangat kontras; yang pertama orang-orang tua di Belanda yang tetap mobile dan rajin membaca diusia senja dengan si "Nyai", sosok kebanyakan orang-orang tua miskin di negeri Indonesia yang katanya subur makmur, yang mengisi hari-harinya dengan bekerja keras bahkan dengan sangat keras.
Saya kaget mendengar suara masinis yang mengumumkan penumpang bahwa kami akan sampai di stasiun Den Haag HS. tidak lama, kamipun turun dan menuju bagian depan stasiun untuk menungu jemputan Mas Hasyim, staf Kedubes RI di Belanda. setelah beberapa menit menunggu mas Hasyimpun datang dan membawa kami ke masjid "Al Hikmah" yang diresmikan pada tahun 1996 di Den Haag. Masjidnya tentu tidak seperti di Indonesia yang selalu berkubah. masjid ini seperti rumah berlantai dua dengan luas kurang lebih 10 x 20 meter, cukup luas. Saya lihat fasilitasnya cukup lengkap. dilantai 0 ( di Eropa lantai 1 itu di sebut lantai 0) Masjid Al hikmah terdapat beragam fasilitas mulai dari toilet, tempat wudhu yang berair hangat, perpustakaan kecil, dapur, ruang-ruang rapat, ruang sekretariat dan lain-lain. dilantai 1, ruangan masjid utama yang bisa menampung mungkin 500 orang.
Tepat pukul 1 waktu Den Haag, saya diminta mas Hasyim untuk azan dan Syahril untuk khutbah. setelah sholat, kamipun beramah-tamah dengan beberapa warga negara Indoensia yang sudah lama tinggal di Den Haag. setelah itu kami diantar menuju stasiun untuk kembali ke Leiden Central. alhamdulillah, Syahril di kasih amplop oleh DKM masjid sebesar 40 euro dan kami ditraktir makan Piza Turki yang insyallah halal....
Leiden, 19 Februari 2010

Selasa, 09 Februari 2010

Tentang binatang di sekitar Leiden

Masyarakat kota Leiden dan mungkin kota2 dinegara maju lainnya sangat akrab dengan burung2, unggas, dan binatang peliharaan. ini terbukti dengan diperlakukannya burung-burung, bebek kepal hijau (karena warna kepalanya yang hijau metalik dan sangat cantik), angsa dan binatang peliharaan dengan sangat manusiawi. kita bisa dengan mudah menyaksikan masyarakat kota yang memberikan makanan kepada bebek kepala hijau, angsa, yang sedang bermain di kanal-kanal kecil kota Leiden dan burung2 yang bertebaran diatas udara kota Leiden setiap hari walaupun dalam kondisi cuaca tidak baik.
Suatu hari cuaca sangat dengin dengan kabut tipis yang menyelimuti kota , ketika itu saya bersama seorang teman pulang kuliah pada pk 17.00. kami sengaja berjalan kaki ke Leiden Central karena bermasud naik Connexxtion, bis yang hlir mudik mengantarkan penumpang dari Leiden ke kota-kota lain di Belanda. setelah menungu kurang lebih 20 menit, datanglah bus Connexxtion bernomor 12, nomor yang kami tunggu.
setelah bertanya kepada pa supir apakah akan melalui jalan Smaragdlaan, apartemen kami, kemudian sang sopir mengangguk, maka kami masuk dan duduk di bagian paling depan. Eh ternyata pa sopir membawa kami kearah yang salah, ke arah Den Haag. pusing!!karena belum makan dari pagi!!tapi syukur alhamdulillah setelah sampai di titik pemberhentian terakhir, sang sopir mau mengantarkan kami kembali ke Leiden Central Gratis tanpa biaya tambahan.
hah, setelah sampai di belakang Leiden Central kami memutuskan untuk jalan kaki aja pulang karena sedikit "trauma" (dan sedikit irit jg he... he).
Ditengah perjalalanan pulang itulah saya menyaksikan beberapa ibu muda bersama anak2 mereka sedang emmberi makan bebek kepala hijau, angsa2 dan burung2 dara di kanal-kanal kota. ini menurut saya luar biasa karena ditengah cuaca yang sangat ektrem mereka masih memikirkan hewan-hewan ini. inilah yang kemudian saya pahami sebagai nilai yang sangat luhur. hewan-hewan itu di pelihara bukan hanya oleh satu dua orang penduduk melainkan mungkin seluruh warga kota memelihara "mereka" dan ini diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.
nah, mungkin agak kontras dengan kondisi di negara kita dimana hewan-hewan tersebut mungkin akan diburu untuk koleksi, sekedar peliharaan, atau bahkan di sembelih untuk menjadi santapan. disini seluruh masyarakat seperti memiliki pemahaman yang sama terhadap nilai-nilai dan etika humanisme.
selama 9 hari tinggal di Leiden, paling tidak ada empat jenis burung yang saya jumpai yaitu burung dara abu2, dara putih, burung hitam, dan burung camar putih (karena belum ada kamera sy belum bisa meng-up load gambar gambar mereka). Burung-burung itu hidup damai diantara gedung2 tua kota Leiden.
Smaragdlaan, 9 Feb. 2010 jam 6 pagi.

Kamis, 04 Februari 2010

lanjut lagi ah...
Sepeda Di mana-mana
Jika di Serang parkiran setiap tempat dan ruang publik di penuhi oleh kendaraan bermotor, maka di Leiden hampir sangat sulit menjumpai penduduknya mengendarai motor. mereka lebih memilih menggunakan sepeda untuk datang ke suatu tempat ke tempat yang lain. pria dan wanita baik tua maupun muda mengunggang sepeda dengan antusias.
di Leiden khususnya dan Belanda umumnya, sepeda menjadi alat transportasi yang sangat efektif. selain karena lebih murah, lebih sehat, bersepeda juga merupakan bentuk dari kearifan lokal (local wisdom) warga belanda untuk berkomitmen secara kolektif untuk menjaga lingkungan. sehingga ruang udara Leiden sedikit terbebas dari beban polusi. setiap ruas jalanan di Leiden sangat akomodatif terhadap pengguna sepeda buktinya ada jalur khusus sepeda disetiap jalan raya.
saya sendiri memang masih mengguanakan alat trasportasi publik yaitu bus Connexxion yang mengantar saya dari depan apartemen ke Leiden Centrum untuk kemudian berjalan beberapa kilo menuju ruang kuliah di Lipsius. nah, karena menggunakan bis terlalu mahal untuk kami, maka kami lebih sering berjalan baik pulang maupun ke tempat-tempat lainnya. jadi, duia kaki kami merupaka modal yang sangat berharga sebelum kami memilki sepeda.
nah, menurut senior, berhati2lah dalam memarkir sepeda karena jika sampai sembarangan memakirkan sepeda maka sepada kita akan hilang diambil polisi. atau jika tidak dikunci maka sepeda akan dicuri.
harga sepeda dan jenis speda yang digunakan juga bervariasi mulai dari yang paling murah sampai yang paling mahal. tapi tentu saja harga tidak akan bohong. harga akanmewakili kualitas sepeda. nah, perengahan bulan ini ada 11 mahasiswa senior yang akan pulang ke Indoneisa, teman2 saya suda ada yang berhasi melobi senior untk mendapatkan sepeda mereka sebagai warisan. saya sendiri belum dapat neh....pusing juga kalo sampai pertengahan bulan belum dapats e[eda karena kaki akan sangat teklok. kalo dirumah sih ada istri yang selalu siap untuk diminta pijitannya lha kalo di Leiden sama siapa?
Leiden, 4 February 2010, after lost
saya akan ceritakan masalah burung besok

Rabu, 03 Februari 2010

lanjutan....
Sholat di masjid Marocco
masjid Marocco, seperti namanya, memang didirikan oleh orang2 marocco yang tinggal di Belanda. masjidnya tentu secara konstruktif berbeda dengan masjid2 di indonesia. masjid yang bernama "Al Hijra" ini berukuran kira-kira 10x15 meter, memiliki 3 lantai (orang eropa menyebtnya 2 lantai karena lantai pertama dianggap laantai 0). tempat wudhu ada di lantai 0. nah cara wudunya juga unik karena ada ember-ember kecil yang disediakan oleh DKM Al hijra di setiap keran air. untyuk siapapun yang akan mengambil wudhu di sini, harus pakai ember kecil itu untuk menampung air baru kemudian air diember tersebut digunakan untuk berwudhu.
wah hikmahnya tentu banyak ya....selain menghemat air juga kan mengimplementasikan ajaran Rosulullah SAW bahwa kita harus menghemat. jadi kalo dibandingkan dengancara berwudhu kebanyakan muslim di Indonesia tentu kuantitas air yang digunakan akan sangat berbeda. mungkin sekali berwudhu untuk satu orang bisa setengah atau bahkan 1 ember ukuran standar di Indoensia. bayangkan jika dikalikan dengan jumlah jamaah wah tentu jumlahnya akan sangat banyak sekali dan ini akan mempengaruhi secara signifikan pada kuantitas air tanah yang ada dan tentu saja kalo pakai air dari PDAM biaya bulanan akan semakin membengkak.
mungkin DKM di masjid-masjid Indonesia yang menggunakan jasa PDAM bisa menggunakan cara ini mengingat dana yang dikeluarkan stiap bulan untuk membayar tagihan PDAM akan semakin murah dan akhirnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lain.
di Rabobank
saya agak telat datang ke Rabo bank office karena teman senior kami memilih untuk mengajak kami ke toko China. di toko ini, hampir semua bahan-bahan pangan dan jajanan Indonesia ada. mulai dari beras, kerupuk, sambal madiun, tempe, tahu, mi instan, sampai ke mecin (vetsin) tersedia di sini. tapi tentu yang berbeda di sini harganya. harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan yang lain disini jika di rataa-ratakan sekitar 7-10 kali lipat dengan harga di tahah air. nah kalo sudah begini, kita tinggal menyiapkan uangnya saja....he he. oh iya, harga tahu dan tempe di sini jauh lebih mahal dari pada harga ayam. mungkin itulah salah satu keunggulan kita ya bangsa Indonesia....
jadi, untuk teman-teman yang tidak terbiasa dengan makanan selain yang dari Indoensia, semua bisa di dapat disini tinggal kemampuan kita untuk mengolah dan memasaknya saja.
di rabo bank sekitar pukul 14.05 teman2 sudah menunggu. nah saya sendirian yang kali ini ketemu masalah. masalahnya adalah saya tidak memiliki nama belakang atau nama keluarga. jika dibandingkan dengan teman-teman yang lain yang punya dua bahkan tiga suku kata untuk namanya, nama saya temasuk "irit" karena saya hanya punya 1 (baca: satu) suku kata yaitu : Rohman saja atau Rohman doang.
ternyata ada sedikit masalah disini, di Eropa. sebetulnya, menurut orang tua saya, orang tua saya memberi nama Faturohman ketika saya dilahirkan namun karena petugas pembuat akte dahulu hanya mencantumkan Rohman di akte maka sampai sekarang ya tetap Rohman saja. yah, nda apa-apalah ortu juga kan niatnya baik memberi nama itu hanya ini harus menjadi perhatian untuk /para orang tua yang akan menyekolahkan anaknya ke luarnegri atau jika sang anak, siapa tahu (seperti saya), mendapatkan beasiswa keluarnegeri makan nama anak harus lebih dari satu suku kata.
memang kebanyakan orang Serang (mungkin juga Banten) asli lebih sering memakai satu macam nama seperti nama teman saya Afrian, Nurdin, Dayat, dll namun mungki dua puluh lima tahun terakhir para orang tua di Serang juga sudah mulai menggunakan dua suku kata. anyway, itu hanya "a case study" atas diri saya aja...he. makanya, setelah menjadi orang tua, dua anak saya memiliki tiga suku kata, Ahmad Fathi Fatahillah dan Annafa Tsani Zanzabila dan insyallah dalam satu bulan ini kan bertambah satu lagi dan akan saya beri tiga suku kata lagi supaya adil. ini bukan bermaksud dendam lo,...he ini hanya refleksi atas pengalaman hidup saya.


lanjutan....
di toilet pesawat
waktu itu kira-kira jam 6 pagi, tepat ditas udara jazirah arab, perutku tidak bisa di ajak kompromi. akhirnya dengan terpaksa pakai toilet pesawat yang ternyata cukup ngantri. penupang pesawat bergantian memakai jasa toilet untuk 'melepaskan beban" mereka, temasuk nanti aku. nah sampai giliran, masuk kemudian aku lepaskan beban seperti biasa namun beberapa saat kemudian saya tersadar ketika menyadari bahwa toilet yang sangat sempit itu hanya menyediakan tissue. tapi sy tidak hilang akal, di sebelah kanan tempat saya duduk ada westafel yang berfungsi baik dan ada sabun di dekatnya...nah dengan cara-cara yang tidak patut di tulis di blog ini akhirnya saya bisa membersihkan najis sebagaimana ajarran islam walaupun pintu toilet sudah di gedor penumpang lain sejak beberapa menit yang lalu.
Sampai Schipol
waktu itu pukul 6.20 pagi waktu Amsterdam, pesawat landing dengan sangat mulus sehingga saya tidak merasakan getaran sama sekali ketika pesawat menyentuh landasan pacu. udara di bandara relative masih bersahabat karena masih seperti di dalam pesawat, tidak terlalu dingin. setelah melewati pemeriksaan imigrasi, sy dan teman2 mengantre untuk mengambil travel bag di belakang petugas imigrasi. stelah dapat, kami harus menunggu Marrise, sekretaris program ini, di depan kafe di dekat pintu keluar bandara.
setelah menunggu beberapa saat, marrise akhirnya datang dengan terburu-buru karena memenag dia agak terlambat. dia kemudian meminta maaf atas keterlambatannya kepada kami semua. Marise kemudian mengajak kami untuk keluar bandara menuju Taksi yang telah disediakan. nah ketika keluar dari bandara inilah kami terjebak badai salju. sy, cucu, ariza, dan syahril kehilangan jejak marrise yang jalannya sangat cepat.
kami berusaha mengejar, namun karena derasnya salju yang menghalangi pandangan kami membuat kami kehilangan jejaknya. terus terang, inilah kali pertama saya melihat salju dan badai. Dan tentu saja merasakan udara yang luarbiasa dingin yang elum pernah saya rasakan seumur hidup saya sebelumnya.
walaupun ada perasaan yang tidak enak, kami memberanikan diri untuk mengontak marrisse dan tanpa menunggu lama, dia sendiri yang menjemput kami yang sedang berlindung di depan hotel dekat Schipol. alhamdulillah, akhirnya kami bisa naik taksi yang besarnya seperti mobil van dengan penghangat di dalamnya. lumayan untuk mengurangi kebekuan darah....he he
pukul 7.10 kami tiba di Smaragdlaan, apartemen yang akan kami tinggali selama 6 bulan kedepan. sempat berfoto bersama sebelum masuk.
sy dan zaenal dapat kamar no. 228 dilantai 5. Kamarnya menghadap ke arah kota leiden dengan pemandangan salju tipis dan burung-burung dyang beterbangan. fasilitas yang ada juga lumayan lengkap: ada dua tempat tidur, pemanas di ruang tidur dan kamar mandi, 2 meja belajar, 2 lemari, dua kursi , ada dapur dengan peralatan masak yang lengkap, serta tentu saja ini yang paling penting: saluran kabel internet.
pesta sambutan dari senior
Program yang mengantarkan saya ini bernama the young indonesian leaders yang sudah berjalan selama beberapa tahun lamanya. nah, ketika hari pertama kami datang, kami disambut dengan pesta kecil2an oleh teman2 senior program ini yang akan segera bertolak ke tanah air pertengahan bulan ini. di luar dugaan, saya pikir ketika saya berangkat dari serang, saya tidak akan bertemu makanan Indonesia selama 1.5 tahun kedepan namun ternyata didepan saya terhidang eberapa makanan khas Indonesia diantaranya: opor ayam, rendang, sayur dll. wah jadi rupanya senior kami itu sudah sangat mahir dalam memasak selama ini ya....maknyus men!!!
pada kesempatan itulah kami berkenalan dengan teman-teman senior yang bukan hanya dari program kami tapi juga ada dari program beasiswa yang lain seperti NESO bahkan ada beberapa mahasiswa PhD. wah yang jelas waktu itu sangat meriah...
mengatasi jetlag
para senior menyarankan kami agar tidak tidur dulu untuk mengatasi jetlag. untung senior kami baik2 sehingga hari itu juga kami ditemani berkeliling lorong2 kota Leiden, berbelanja kebutuhan untuk beberapa hari kedepan, ke Rabobank untuk membuat account dan bertemu dengan Nico Kaptein dan direktur program untuk memjabarkan tentang program kami dan sistem yang berlaku di leiden.
(nanti saya lanjutkan ya, kaki pada pegel....3 feb.2010 jam 19.00)

Selasa, 02 Februari 2010

catatan hari pertama dan kedua di Leiden

perjalanan dari serang ke Bandara Soeta memakan waktu 1.5 jam. sy bersama keluarga ada di mobil belakang mengikuti mobil Arif yang melesat bagai kilat (lebay) karena jalan tol jakarta-merak relative lengang, mungkin karena hari minggu. Fathi, anaku yang pertama, sangat antusias ingin ikut karena ingin lihat pesawat sementara Annafa (anak ke dua) tidak bisa ikut karena masih sakit.
tiba dibandara, sy harus mencari teman-teman karena, honestly speaking, ini penerbangan pertama jadi bingung juga ngeliat orang hilir mudik dan mundar mandir. setelah bertemu kteman-teman, inilah yang kami lakukan (dan mungkin sedikit panduan bagi siapapun yang akan berangkat abroad): masuk ke ruang departure kemudian kami memasukkan travel bag termasuk tas kecil saya diminta di naikkan ke keatas conveyor yang akn menscan benda-benda yang dikhawatirkan berbahaya bagi penerbangan. HP yang kita bawa juga diperiksa.
setelah melewati conveyor itu, kami langsung ke loket Malaysia Airlines dan karena sudah mendapatkan tiket dua hari yang lalu dari Marrise, kami tinggal menyerahkan pasport dan tiket ke petugasnya. eh lupa, siapkan juga dana 150rb untuk airport tax kemudian tas-tas kami di masukan ke dalam conveyor untuk di timbang.
ketika di Serang, sy pikir Travel bag sy yang paling besar, eh ternyata teman-teman saya membawa travel bag yang jauh lebih besar. yah, ga pa-pa lah.
setelah melewati ticketing process, kami mencari bagian fiskal agar kami tidak dibebani bea fiskal yang besarnya 2.5 juta rupiah, waw sangat besar, uang itu bisa untuk biaya hidup 2 minggu di Leiden.
kemudian kami punya kesempatan untuk bertemu keluarga untuk berpamitan. waktu itu saya sangat emosional ketika memandang wajah putra pertamaku, istriku, ortu, mertua, dan adik2 sehingga tak sadar, air mataku menetes, sedih rek.
Naik pesawat
ini adalah pengalaman pertamaku naik pesawat. pesawat yang sy tumpangi adalah malaysia airlines yang menurut salah seorang teman di Uhamka lumayan bagus kualitas pelayanannya. nah ini yang lucu, ketika pesawat landing sy agak panik ketika telinga saya terasa sakit dan bahkan tidak bisa mendengar. anehnya, yang duudk di sisi kanan dan kiri saya biasa saja, ga panik.
setelah sy tanya ternyata mereka juga merasakan hal yang sama tapi karena sudah agak sering jadi ya biasa saja katanya. sy jadi teringat perkataan Wawan, teman SMP dan SMA saya bahwa ketika landing telinga akan sakit dan itu terbukti masalahnya dia ga bilang kalo sampai sedikit tuli....he he.
setelah terbang selama kurang lebih 2 jam bersama 90an malaysian, akhirnya sampai di Bandara Kuala Lumpur pukul 21.15, saya ga hapal namanya. wah, bandaranya lebih mewah dari Soeta lo. saya sempat photo2 di depan toiletnya...he he
di bandara KL, kami harus menunggu 2 jam untuk masuk ke pesawat yang akan mengantar kami ke Schipol, bandara internasional Belanda. wah, di tempat kami menunggu sudah banyak berjejer orang2 bule dan sampai titik ini saya sudah mulai bisa merasakan sense of minority.
pemeriksaan ketika akan boarding lebih ketat disini. bahkan, sabuk seorang teman harus di lepas dan sepatu Yulistina juga harus di lepas padahal bule2 yang lain langsung masuk aja, wah mulai diskriminatif neh...
tidak lama menunggu, kami di persilahkan masuk ke dalam pesawat dan bagusnya announcer mengumumkan agar kami mendahulukan anak-anak untuk masuk pesawat dari padaorang dewasa, mantap! wah ternyata peswatnya jauh lebih bsardari yang pertama...dan orang bule semua enumpangnya, mungkin WN belanda yang habis liburan winter.
setelah penerbangan 2 jam kami dapat makan, menunya sudah mulai ke barat-baratan walupun masih ada masakan malaysianya seperti nasi lemak. masakan yang lain, saya ga hapal namanya tapicukup lengkap karena ada yougert, kopi, susu. wah pokonya ga bakal kelaparan deh di dalam pesawat.
anak kecil
didepan tempat duduk saya, ada dua keluarga yang membawa anak kecil. wajahnya lucu2 umurnya ada yang 6 bulanan, 2 tahunan dan 5 tahunan. ini dia masalahnya, saya jadi ingat anak-anak dirumah. kalo di Serang, saya kan biasanya pulang sore bisa main sama anak-anak sampai mereka tidur. malamnya bikin susu untuk Nafa kadang sampai dua-tiga kali semalam tapi saya enjoy aja. makanya saya masuk kategori suami idaman...he he. besok paginya biasa bangunin anak-anak dan sempatkan untuk main lagi sebelum berangkat. bayangan ini yang membuat saya melamun membayangkan mereka...seakarang sy pergi selama 1.5 tahun dan insyallah kembali ke indonesia ketika fathi sudah 5 tahun, nafa 2.5 tahun dan adiknya 1.5 tahun...wah-wah sy kehilangn momen2 yang berharga itu. tapi ga apa lah, sy berangkat ke Leiden ini juga kan demi mereka anak2 dan istri...
(nanti saya lanjutkan ya ceritanya,...dah pukul 3 dini hari waktu Leiden. nguantuk brur!

Senin, 01 Februari 2010

Accelerating Student’s English Competency Through Using Computer in Language Learning

By Rohman
A. Introduction
The student’s interest in using computer will encourage and motivate them to learn English in a new way. It will also help them to get improved in understanding English. This is happened because the computer-based language instruction is assumed to be better than any other non computer mediated language instruction method (Hartoyo 2008, 21). At least four reasons that support this argument: up date methods, interactive computer system, flexible program, and massive learning process.
B. Analysis
The first reason about the important of using computer in language learning is the up date methods of utilizing computer’s program during teaching and learning process. To prepare and adjust Indonesian students with the globalization atmosphere and situation, every student requires English language skills as a tool of communication among the global community. Possessing English language skills also become an obligation for students in order to provide a precondition for his development and improvement in the future. Seen from the international relationship, the ability of Indonesian students to communicate and interact with other community by using English will stimulate every student to adapt with new technology, life styles, and information.
Not to mention, the ability also can direct and guide them into the scientific and systematic situations which will bring them to be well-prepared students in facing the life. Moreover, there are three major roles are played by possessing English language skill: as a means of communication with other nations, as an aid to develop Indonesian into a modern language , and as an instrument in utilizing science and technology for national development (Hartoyo 2008, 1).
The tidal wave of modernization and globalization influence all parts of the world through the utilizing of computerized-equipment in many kinds of life aspects which includes the use of computer in language learning. In the last decades, computer technology has created a remarkable and fantastic progress and contribution of human civilization in the field of communication, medicine, and network as well. Computer has been assisting human kind in doing and helping their activities. For instance, computer technology has connected people all around the world quickly by using internet connection, E mail, and web sites to buy and sell.
Astonishingly, the advance of information technology has saturated the application of computers in language learning process. This device can facilitate and ease people in the process of learning English. In short, computer can be used as an instrument to stimulate and improve the student’s ability in language learning especially English language.
In fact, the situation also happens in Indonesia. The students in Indonesia have been influenced by so-called a new life style of using computer as their daily need. Therefore, the suitable technique and methodology relating to the use of computer as a new way in language learning is required. For that reason, the most significant technique and methodology to improve the student’s English language skills is in the aspect of exploring the computer technology to support the students learning process.
Actually, there are some techniques and methodologies to teach English for the second language learner such as: Grammar Translation Method which focuses on grammar and vocabulary mastery, The Direct Method which focuses on speaking communicatively, Audio Lingual Method which focuses on using target language in repetitive situations, The Silent Way which focuses on expressing thoughts, intentions, feelings, and perceptions, Suggestopedia which focuses on every day communication, Community Language Learning which focuses on proposing the learning cooperation between teacher and student, Total Physical Response which focuses on practicing to use verbal communication accompanied by physical actions (Richards and Rodgers 2001, 5-99), and Contextual Teaching and Learning which focuses on relating subject matter content to real world situations and motivating students to make connections between knowledge and its applications (Newmann 2004).
Meanwhile, according to Larsen, there are some up date “methodological innovations” which reflect the dynamics of methodological changes in language teaching such as Communicative Language Teaching (CLT), Content-based instruction, Task-based instruction, Participatory Approaches, Learning Strategy Training, Cooperative Learning, and Multiple Intelligences (Larsen 2000, 11-172). All of these methods are being practiced in day to day English language teaching.
The above techniques and methodologies are also being practiced in Indonesia. Most of English teachers from elementary school until senior high school as well as lecturer from one university to another carry out those various techniques and methodologies to assist their students in developing their English skill. Consequently, many teachers and lecturers have to pursue and find the best methodology to implement in the class where students also want to possess the ability in understanding English.
However, to improve and develop such kind of ability is not as easy as to open eyes. On the course of designing the systemic and conducive English learning environment as well as obtaining the purpose of the English language study, the teachers and lecturers still have difficulty to realize it. Although, Indonesian English teachers and lecturers have been implementing, practicing, and conducting variety of techniques and methodologies, the result of English teaching in Indonesia have not been suitable with the demand (Hartoyo 2008).
Furthermore, It is obviously stated that those techniques and methodologies in English learning and teaching above make the teachers and lecturers as a major centre in the language learning process. On the other hand, the students in Indonesia do not have opportunity to choose the suitable techniques and methodologies. It seems that they always accept all of the teachers and the lecturers have been given without having the chance to choose a method, technique, and approach they preferred.
This condition proposes that the problem of teaching and learning of English may arise when the students do not relate and cooperate with alternative techniques and methodologies presented by their teachers and lecturers. The students also have no opportunity to learn the English language except in the classroom.
Without denying that the techniques and methodologies is powerful addition to enrich the English teaching and learning methodology, of course we still need to ask whether it fits into the student’s interest especially in Indonesia. By asking the question, perhaps there will be so many fascinating results which will be very useful for the teachers, lecturers, and students as well.
The need of alternative technique and methodology in teaching English in Indonesia is crucial because based on a consideration that even though several communication approaches, techniques, and methodologies have been implemented for several decades, the effects of teaching English using “conventional” methodologies have been considered unsatisfactory. Hence, paying a serious attention and consideration to new way in language learning methodology is really necessary.
The citizens of the world have been influenced and in come cases controlled by the significance and impact of computer, the language learning methodology and technique should hand in hand with the phenomena. Consequently, the changes of teaching English language methodology from human-based approach into machine based is needed as fast as possible to accelerate the student’s ability.
Using computer during the process of language learning is a new thing for students in Indonesia. Even though they already familiar with such kind of modern equipment, the use of computer in language learning process is still something unusual for them. It happens because their teachers have been teaching them with a conventional and usual methodology for several years. Therefore, using computer will attract, catch the intention of students, and increase their motivation in learning English.
Therefore, the adoption of computer program that can assist the improvement of student’s language learning all around Indonesia is very necessary. In the last decade, there is a program called CAL which stands for Computer Assisted Learning.
On its course, the CAL is really helpful in language learning so it became CALL which stand for Computer Assisted Language Learning. This program refers to the learning language involving the utilization of the computer which students and the computer can interact each other, and in which the students are given freedom to choose any topic of information and even, to become a trouble-shooter of their own problems (Hartoyo 2008, 21).
The second argumentation is the interactivity of computer. Newmann (2004) argues that “computers have the ability to be patience by treating each student in the same way without having any preference…” In this perspective, computers are considered as the tool which can interact and communicate with the students. Computers also act as a teacher as well as tutor to guide and conduct the learning process. Therefore, it can detect and evaluate the student’s strength and weaknesses.
In delivering English language materials, computers can be equipped with another device such as video which present the real situation of using English, gesture, and culture. The computer also can be equipped with the audio which present the way to say, act, and respond the expression of the native’s speaking.
The information technology of computer also be possible the students to have a conversation with their friends as well as experts all around the world. This is very useful to increase their motivation in learning English since they have to use English as a tool in the global community. The more they relate to the connectivity with their pals from different countries the more knowledge, information, and understanding they will get. In the testing process after studying, computer can act as a adjudicator. It judges the student’s test result by giving scores and responses.
Moreover, there are some programs which can be implemented during the process of language learning in the class such as building vocabulary program, speaking program, and grammar program as well. The program itself can be modified based on the student’s interest. Obviously, these programs will make all students pay more attention and learn a new perspective in understanding English.
The situation is happened in one of suburb private senior high school in Banten province. When the students were presented the video-audio of English by their English teacher, they became very impressed. Without blinking, they keep watching the whole process of English language learning. This is one example of how computer can attract the students to learn more serious. The situation perhaps will be similar since most of students in Indonesia have lack of using computer as a medium in English learning. They only utilize computer only for typing, drawing and so on.
By having interactive connection with different programs through computer, the students will realize that English study is really easy. It also reflects that English can be delivered in a fun and simple way. Researchers have also revealed that computer presents so many advantages for students to develop and increase their English competencies. Furthermore, by using computer in language learning programs, students all around Indonesia will be promoted to have active participation during the delivering of English materials.
The third is the computer’s program flexibility. The students have opportunity to select their own need. Let’s say when the students of Senior High School in Carita beach, (Banten province) want to practice their speaking skill by having a conversation with the foreign tourists. They can possess the conversation skill by watching some conversation models. They also can learn the right pronunciation of some words and phrases that commonly used during the dialogue in the beach.
If they have difficulty in finding the right words or phrases, they still can learn to enrich their vocabulary by using vocabulary programs in the computer. Moreover, when they have difficulty in adjusting their grammar, they can learn by playing the grammar materials in CD programs. So, the students do not have to learn and watch the whole materials that presented by the teachers or tutors.
However, if the students want to learn the whole materials consisted in the computer’s programs which since the time availability during the presentation in the class, they may copy or burn it into another CD or flash disk so they can learn it in their spare time. It will make the process of language learning is not only depend on the teachers in the class but also depend on themselves as a users of language. So, learning process will influence all parts of their life.
The last argument is massive learning process of using computer. The language learning process can involve more than the member of class itself. It means that by using additional devices such as laptop, screen, sound system, and in focus, the language learning can absorb so many students in one occasion to acquire the materials.
Since the form and model of computer have been changing from time to time, it is also possible to have a wider range of class. The process of language learning can be put into practice not only in small class but also in the wide building as well. Therefore, the member of the presentation of the materials will be more than the member of class itself.
C. Conclusion
To conclude, It goes without saying that the language learning process thorough the using of computer is very constructive and effective way to increase and improve the student’s skills and competencies. The overall explanation above support the assumption by including up date methods, interactivity, flexibility, and massive learning process of using computer in language learning process.

D. Recomendations
There are some recomencation based on the analysis shown above:
1. The Indonesian government must provide the computer laboratory for student to learn English language by using computer program.
2. The teachers must follow some of workshops, courses, as well as seminars to increase their competencies.
3. The students should be aware that they live in the global age which supports the language learning through computer.
4. The society should support the new methodology of language learning by helping the school to provide computer.

References
Hartoyo. 2008. Individual Differences in Computer Assisted Language Learning (CALL). Semarang: Pelita Insani Semarang.
Hartoyo. 2008. Enhancing Foreign language Learning Via Self-Access Computer Assisted Language Learning. Journal Pendidikan Bahasa of Edu Lingua I, No.1 (Juni):1-31.
Newmann, 2004. A Course of Teaching Methodology. Journal of Education and Teacher 78, no. 5 (June). http://www. Journals.ultrech.edu/JET/journal/discourse/v78n5/230798.html (accessed on January 23, 2009).
Larsen, Diane. 2000. Technique and Principles in Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Richards, Jack, and Theodore S. Rodgers. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.