Kamis sore setelah menjadi notulen rapat JKI (Jaringan Kerja Indonesia) Belanda di KITLV, beberapa teman mengajak saya untuk ikut ke Den Haag atau Amsterdam. Menurut mereka malam tanggal 29 April akan sangat panjang di dua kota itu karena besoknya tanggal 30 dirayakan hari kelahiran ratu Belanda. Karena sudah terlalu letih setelah melawati hari Kamis yang padat (sebelum rapat JKI saya harus presentasi proposal thesis di depan dua orang calon pembimbing) maka saya memilih untuk melihat-lihat acara spesial untuk warga belanda itu di Leiden saja.
Jam 23.00 saya dan beberapa orang teman menancap pedal sepeda menuju Leiden town hall dan sekitar 20an menit kemudian kami sampai di Bresstraat. Di jalan menuju town hall di depan kafe Sinai, sebuah panggung dengan live music cadas sudah menyambut kami. saya dan teman-teman hanya nonton ratusan pemuda dan pemudi yang sedang menikmati Heineken sambil berjoged. Tontonan itu semakin menarik untuk saya ketika ada salah seorang pemuda yang sudah teler dan mulai bertingkah (baca;rese). Berguling-gulingan di tengah keramaian, bangun kemudian mendorong siapapun yang menyenggol tubuhnya. Hebatnya, walaupun sama-sama mabuk, tidak sampai terjadi pemukulan, pengeroyokan, atau tawuran antar pengunjung dan geng masing-masing. Mungkin selain sadar hukum, mereka juga sama-sama tidak ingin merusak pesta besar itu.
Dengan susah payah karena harus melewati kerumunan orang mabok, saya dan teman-teman kemudian berpindah tempat untuk melihat dari sisi yang lain panggung itu. Ternyata di dekat town hall, ada panggung yang jauh lebih besar di banding yang pertama. Panggung yang paling besar itu terletak di atas jembatan yang menghubungkan kanal di jalan tempat biasa di gelarnya open markt (pasar kaget setiap Rabu dan Sabtu). Panitia mengubah jembatan menjadi seperti panggung konser dengan sound system besar dan lampu-lampu tembak berwarna warni. Ajaibnya ribuan pengunjungnya ada di bawah kanal. Awalnya saya pikir mereka semua pakai ilmu meringankan tubuh yang biasa dimiliki pendekar-pendekar di dunia persilatan dijaman Bramakumbara, Mantili, dan lasmini karena bisa berjoged, berdansa dan berjalan-jalan di atas air, namun perkiraan saya meleset karena nyatanya panitia menutup permukaan kanal dengan lantai besi sehingga ribuan manusia bisa berdiri diatas kanaal tanpa takut tenggelam.
Panggung lainnya terletak di Anne Caffe di dekat Harlemstraat. Hampir mirip dengan panggung jembatan town hall, kelebihannya pengunjung masih bisa menggunakan sampan untuk jalan-jalan di atas air dengan iringan musik disco. Malam itu bau alkohol menyelimuti harlemstraal dan bresstraat. Satu hal menarik lain dari pesta malam ini adalah tidak ada anak kecil di bawah 17 atau 18 tahun yang ikut acara ini. Jadi tetap kebebasan itu ada batasnya loh walaupun di negara maju sekalipun...he he.
Masalahnya di negeri kita kan terkadang latah. Ingin meniru semirip-miripnya dengan negara maju termasuk dalam gaya hidupnya, sementara identitas bangsa sendiri cendrung dilupakan. Dalam konteks pesta dan life concert music di Serang, Cilegon, Pandeglang dan Lebak misalnya, baik di alun-alun maupun stadion, banyak anak usia SLTP bahkan usia di bawahnya bukan hanya menyaksikan consertnya namun juga malah ikut-ikutan merokok tanpa ada kontrol, sanksi bahkan sekedar teguran dari orang sekelilingnya. ini saya pikir harus menjadi keprihatinan kita bersama.
30 Aprilnya
Setiap tanggal 30 April, Koningennenedag atau queensday (hari ratu) selalu di rayakan di seluruh kota-kota di Belanda. Karena Amsterdam adalah ibukota dan ratu Belanda beristana di sana, konsentrasi festival, life music, karnaval, dan pesta di pusatkan di kota yang indah itu. Menurut informasi dari beberapa teman, Amsterdam pada tanggal itu akan dipenuhi oleh warga belanda termasuk turis yang tidak hanya datang dari negara-negara tetangga Belanda tapi juga dari hampir seluruh daratan Eropa. Menurut sejarah, queensday ini sudah di selenggarakan sejak 50 tahun yang lalu untuk menghormati kelahiran ratu Juliana (saat ini Belanda dipimpin Ratu Betrix).
Saya berencana melihat Queensday ini di The Hague karena Amsterdam menurut sms dari seorang teman sudah sangat crowded bahkan susah jalan. Saya pikir masuk akal karena di Leiden Centraal saja, antriannya sudah sangat parah. Pria wanita yang usianya dibawah 50an (karena saya tidak melihat usia diatas itu) bernyanyi-nyanyi dan berteriak-teriak yang saya tidak paham maksudnya. Keratan Heineken tersalip kanan dan kiri muda dan mudi itu.
Tidak seperti hari biasa, untuk naik ke tangga platform sangat sulit karena saking padatnya. Petugas kemudian membuat sistem buka dan tutup seperti di Puncak Bogor untuk mengatur penumpang yang datang di Leiden dan berangkat ke Amsterdam.
Ketika berjuang menuju platform 9 arah The Hague, ditengah kerumunan massa, petugas di atas tangga memberi sinyal agar calon penumpang di bawah tangga naik keatas menuju platform kereta yang menuju Amsterdam. grubug-grubug-grubug..., terjebak dalam kerumunan massa, saya hampir mati terinjak-injak para "hooligan pria dan wanita" yang berbadan tinggi dan bertampang sangar ketika mereka menyerbu untuk naik ke tangga di platform menuju Amsterdam centraal. saya terseret massa keatas platform Amsterdam padahal tujuan saya adalah ke The Hague yang letak platformnya berbeda. Gila!!! mirip bonek!!! sampai di kereta The Hague ngos-ngosan...cape deh...
Setelah Jumatan di masjid Al HIkmah milik jama'ah Indonesia, saya melanjutkan perjalanan ke Cartesiusstraat dan mengelilingi The Hague selama beberapa jam. Di jalanan, banyak penduduk yang berjualan tidak hanya makanan tapi juga barang-barang bekas rumah tangga seperti kulkas, sofa, sepatu, mainan anak, televisi, tas, dll. harga yang ditawarkanpun sangat jauh dibawah standar. Misalnya harga jam tangan yang paling murah biasanya sekitar 15 euro di sini bisa dapat 2 dan paling mahal 5. Bukan tanpa minat untuk membeli, tapi saya pikir karena saya insyallah masih lama di sini maka keinginan untuk membeli barang-barang itu saya tunda sampai tahun depan.
Jam 00.02 kereta jurusan Amsterdam yang melewati Leiden tertunda beberapa menit karena menurut petugas yang sempat saya obroli, banyaknya penumpang yang mabuk menyebabkan kerusakan beberapa kereta dan terhambatnya laju kereta karena kendaraan dan antrian di pintu-pintu perlintasan kereta api. Dini hari itu Leiden Centraal masih di padati penumpang yang baru datang dari Amsterdam dengan cerita, pengalaman, dan tingkat kemabukan masing-masing.
Smaragdlaan, 1 May 2010 (bertepatan dnegan hari buruh sedunia)
Hidup Buruh!!!
Jam 23.00 saya dan beberapa orang teman menancap pedal sepeda menuju Leiden town hall dan sekitar 20an menit kemudian kami sampai di Bresstraat. Di jalan menuju town hall di depan kafe Sinai, sebuah panggung dengan live music cadas sudah menyambut kami. saya dan teman-teman hanya nonton ratusan pemuda dan pemudi yang sedang menikmati Heineken sambil berjoged. Tontonan itu semakin menarik untuk saya ketika ada salah seorang pemuda yang sudah teler dan mulai bertingkah (baca;rese). Berguling-gulingan di tengah keramaian, bangun kemudian mendorong siapapun yang menyenggol tubuhnya. Hebatnya, walaupun sama-sama mabuk, tidak sampai terjadi pemukulan, pengeroyokan, atau tawuran antar pengunjung dan geng masing-masing. Mungkin selain sadar hukum, mereka juga sama-sama tidak ingin merusak pesta besar itu.
Dengan susah payah karena harus melewati kerumunan orang mabok, saya dan teman-teman kemudian berpindah tempat untuk melihat dari sisi yang lain panggung itu. Ternyata di dekat town hall, ada panggung yang jauh lebih besar di banding yang pertama. Panggung yang paling besar itu terletak di atas jembatan yang menghubungkan kanal di jalan tempat biasa di gelarnya open markt (pasar kaget setiap Rabu dan Sabtu). Panitia mengubah jembatan menjadi seperti panggung konser dengan sound system besar dan lampu-lampu tembak berwarna warni. Ajaibnya ribuan pengunjungnya ada di bawah kanal. Awalnya saya pikir mereka semua pakai ilmu meringankan tubuh yang biasa dimiliki pendekar-pendekar di dunia persilatan dijaman Bramakumbara, Mantili, dan lasmini karena bisa berjoged, berdansa dan berjalan-jalan di atas air, namun perkiraan saya meleset karena nyatanya panitia menutup permukaan kanal dengan lantai besi sehingga ribuan manusia bisa berdiri diatas kanaal tanpa takut tenggelam.
Panggung lainnya terletak di Anne Caffe di dekat Harlemstraat. Hampir mirip dengan panggung jembatan town hall, kelebihannya pengunjung masih bisa menggunakan sampan untuk jalan-jalan di atas air dengan iringan musik disco. Malam itu bau alkohol menyelimuti harlemstraal dan bresstraat. Satu hal menarik lain dari pesta malam ini adalah tidak ada anak kecil di bawah 17 atau 18 tahun yang ikut acara ini. Jadi tetap kebebasan itu ada batasnya loh walaupun di negara maju sekalipun...he he.
Masalahnya di negeri kita kan terkadang latah. Ingin meniru semirip-miripnya dengan negara maju termasuk dalam gaya hidupnya, sementara identitas bangsa sendiri cendrung dilupakan. Dalam konteks pesta dan life concert music di Serang, Cilegon, Pandeglang dan Lebak misalnya, baik di alun-alun maupun stadion, banyak anak usia SLTP bahkan usia di bawahnya bukan hanya menyaksikan consertnya namun juga malah ikut-ikutan merokok tanpa ada kontrol, sanksi bahkan sekedar teguran dari orang sekelilingnya. ini saya pikir harus menjadi keprihatinan kita bersama.
30 Aprilnya
Setiap tanggal 30 April, Koningennenedag atau queensday (hari ratu) selalu di rayakan di seluruh kota-kota di Belanda. Karena Amsterdam adalah ibukota dan ratu Belanda beristana di sana, konsentrasi festival, life music, karnaval, dan pesta di pusatkan di kota yang indah itu. Menurut informasi dari beberapa teman, Amsterdam pada tanggal itu akan dipenuhi oleh warga belanda termasuk turis yang tidak hanya datang dari negara-negara tetangga Belanda tapi juga dari hampir seluruh daratan Eropa. Menurut sejarah, queensday ini sudah di selenggarakan sejak 50 tahun yang lalu untuk menghormati kelahiran ratu Juliana (saat ini Belanda dipimpin Ratu Betrix).
Saya berencana melihat Queensday ini di The Hague karena Amsterdam menurut sms dari seorang teman sudah sangat crowded bahkan susah jalan. Saya pikir masuk akal karena di Leiden Centraal saja, antriannya sudah sangat parah. Pria wanita yang usianya dibawah 50an (karena saya tidak melihat usia diatas itu) bernyanyi-nyanyi dan berteriak-teriak yang saya tidak paham maksudnya. Keratan Heineken tersalip kanan dan kiri muda dan mudi itu.
Tidak seperti hari biasa, untuk naik ke tangga platform sangat sulit karena saking padatnya. Petugas kemudian membuat sistem buka dan tutup seperti di Puncak Bogor untuk mengatur penumpang yang datang di Leiden dan berangkat ke Amsterdam.
Ketika berjuang menuju platform 9 arah The Hague, ditengah kerumunan massa, petugas di atas tangga memberi sinyal agar calon penumpang di bawah tangga naik keatas menuju platform kereta yang menuju Amsterdam. grubug-grubug-grubug..., terjebak dalam kerumunan massa, saya hampir mati terinjak-injak para "hooligan pria dan wanita" yang berbadan tinggi dan bertampang sangar ketika mereka menyerbu untuk naik ke tangga di platform menuju Amsterdam centraal. saya terseret massa keatas platform Amsterdam padahal tujuan saya adalah ke The Hague yang letak platformnya berbeda. Gila!!! mirip bonek!!! sampai di kereta The Hague ngos-ngosan...cape deh...
Setelah Jumatan di masjid Al HIkmah milik jama'ah Indonesia, saya melanjutkan perjalanan ke Cartesiusstraat dan mengelilingi The Hague selama beberapa jam. Di jalanan, banyak penduduk yang berjualan tidak hanya makanan tapi juga barang-barang bekas rumah tangga seperti kulkas, sofa, sepatu, mainan anak, televisi, tas, dll. harga yang ditawarkanpun sangat jauh dibawah standar. Misalnya harga jam tangan yang paling murah biasanya sekitar 15 euro di sini bisa dapat 2 dan paling mahal 5. Bukan tanpa minat untuk membeli, tapi saya pikir karena saya insyallah masih lama di sini maka keinginan untuk membeli barang-barang itu saya tunda sampai tahun depan.
Jam 00.02 kereta jurusan Amsterdam yang melewati Leiden tertunda beberapa menit karena menurut petugas yang sempat saya obroli, banyaknya penumpang yang mabuk menyebabkan kerusakan beberapa kereta dan terhambatnya laju kereta karena kendaraan dan antrian di pintu-pintu perlintasan kereta api. Dini hari itu Leiden Centraal masih di padati penumpang yang baru datang dari Amsterdam dengan cerita, pengalaman, dan tingkat kemabukan masing-masing.
Smaragdlaan, 1 May 2010 (bertepatan dnegan hari buruh sedunia)
Hidup Buruh!!!