Sabtu, 17 April 2010

Keukenhof: Secuil Taman Surga Di Daratan Eropa

Saya sebetulnya mendengar nama Keukenhof baru ketika menginjakkan kaki beberapa hari di Belanda, waktu itu musim dingin masih sangat ektrem dengan salju yang turun hampir setiap hari. Menurut seorang teman kuliah asal Belanda, setelah musim dingin, akan datang musim semi yang indah karena bunga-bunga di taman, jalanan dan di manapun di Belanda akan mekar. Lidia, mahasiswi Belanda itu menambahkan bahwa di musim semi, Belanda akan kebanjiran turis-turis manca negara yang ingin menyaksikan secara langsung keindahan bunga-bunga di Keukenhof yang letaknya hanya 30 menit dengan menggunakan bus dari Leiden Centraal.
Pembicaraan masalah Keukenhof berlanjut tidak hanya melalui Lidia namun beberapa dosen juga selalu memotivasi kami dengan mengatakan bahwa "the weather will be better soon and you have to visit Keukenhof at the end of April". Mungkin mereka melihat begitu tersiksanya kami, mahasiswa Indonesia dengan udara dingin yang belum pernah kami rasakan selama di Indonesia. Padahal, orang-orang sinipun ternyata merasakan hal yang sama. Mereka tidak suka dengan udara dingin. Makanya untuk sebagianbesar penduduk Belanda, musim dingin kebanyakan mereka habiskan di dalam rumah dari pada keluyuran.
Kegiatan hari ini untuk berkunjung ke Keukenhof, sebetulnya tidak ada dalam jadwal kegiatan saya. Teman-teman mengajak saya untuk berangkat ke Keukenhof karena menurut mereka Keukenhof sudah di buka tanpa harus menunggu akhir April seprti saran Nico, dosen saya. Menurut perkiraan cuaca, hari sabtu ini cuaca akan cerah dan artinya liburan ini akan sangat bermakna jika kita habiskan di luar kamar. Oh iya, taman bunga Keukenhof hanya di buka pada musim semi, karena di musim yang lain bunga-bunga tidak mekar.
Prosedur ke Keukenhof
Menurut sejarah, taman bunga Tulip Keukonhof dahulu adalah taman berburu pada abad ke 15 yang luasnya mencapai 32 hektar. Terletak tidak jauh dari bandara Schipol Amsterdam, memudahkan turis dari seluruh dunia untuk mampir menikmati ribuan jenis bunga beraneka warna dari jenis tulips, daffodils, hyacinths, narcissi, dan gladioli. Tentu saja kebanyakan adalah jenis Tulip yang menyebabkan terkenalnya Belanda oleh bunga itu. Adalah J.D. dan L.P. Zother, arsitek landscape Amsterdam yang telah menyulap halaman kastel Jacoba van Beieren ini menjadi taman bunga yang eksotik.
Prosedur ke Keukenhof tidaklah rumit karena di setiap stasiun dan terminal bis, pemerintah Belanda menyediakan beberapa loket yang khusus diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin berwisata ke taman bunga Keukenhof. Tiketnya dapat di beli dengan harga 21 euro sudah termasuk ongkos pulang-pergi dengan bis connexxtion yang sudah disediakan khusus bagi pengunjung di terminal-terminal bus dekat stasiun. Harga tiket ini flat, artinya sama saja antara kita beli di Leiden Central dengan di Amsterdam Centraal harganya tetap sama.
Makanya buat yang ga mau rugi mending pergi dulu ke Amsterdam biar puas (he he he). Yang harus diingat, tiket jangan sampai hilang karena ketika akan masuk ke sana, petugas di pintu masuk akan memeriksa kembali tiket kita. Termasuk ketika akan pulang, sopir bis meminta kita untuk menunjukan tiket itu.
Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, antrian loket untuk mendapatkan tiket telah dipenuhi oleh turis mancanegara. Dalam antrian saya, warga negara Srilanka, Perancis, Syiria, India, Cina, Jepang, dan Indonesia berbaris menunggu giliran untuk mendapatkan karcis masuk ke Keukenhof. Setelah antri mendapatkan tiket, kita juga harus antri untuk masuk kedalam bus. Kebetulan, saya dan teman-teman harus berdiri didalam bus karena ingin segera sampai disana.
Ketika bus melewati kota Lisse, hamparan bunga warna warni di taman yang luas sudah menggoda mata ini untuk tidak mungkin tidak menatapnya. Bunga berwarna ungu, hijau, kuning, merah, pink, krem, dan warna-warna lain yang belum pernah saya lihat sebelumnya membentuk gugusan panjang nan indah seperti hamparan permadani raksasa. Kurang lebih 20 menit kemudian, bus yang mengantar kami sampai di pintu parkir taman. Di sana, ratusan mobil bus dengan karoseri yang beraneka bentuk, ukuran, bendera dan corak berjejer menandakan Keukonhof ini dapat ditempuh lewat jalur darat oleh negara-negara uni eropa lain seperti Jerman, Swiss, italia, Perancis, Belgia, dan Luxemburg. Jarak dari pemberhentian bus ke pintu masuk Keukenhof tidak jauh kurang dari 100 meter dan disini antriannya lebih panjang dari pada ketika mengantri tiket di stasiun.
Ketika memasuki Keukenhof, saya merasakan kemiripan dengan ketika masuk Dufan karena pengunjung langsung disambut lagu-lagu yang diputar berulang-ulang. Disebelah kanan dan kiri setelah beberapa meter dari pintu masuk, terdapat kafe-kafe yang dipenuhi pengunjung, sangat crowded. Bahkan beberapa pengunjung terpaksa memilih duduk di pinggir kolam. Belok ke sebelah kanan, saya sudah mulai melihat bunga-bunga warna warni namun jumlahnya masih sedikit. Nah, beberapa ratus meter setelah belok kanan, terdapat petunjuk arah apakah pengunjung ingin ke area Betrix, Willem Alexander, atau Juliana (nama-nama ratu dan keluarga kerajaan Belanda) tempat beberapa areal taman. Permadani raksasa yang saya temui di Lisse, tedapat di belakang kincir angin. wah subhanallah indah banget deh. Suatu saat saya harus bawa keluarga ke sini untuk bersama menikmati Tulip dan teman-temannya...
Jika melihat pohon-pohon besar yang sudah berlumut situasinya mirip dengan Kebun Raya Bogor. Bedanya di sini terdapat kanal yang mengelilingi taman dan sampan yang bisa disewa pengunjung untuk berkeliling menikmati Keukenhof lewat aliran air. Harga tiket untuk menaiki sampan besar itu seharga 7.5 euro.
Setelah 3 jam lebih mengelilingi taman, saya dan teman-teman memutuskan untuk pulang karena perut sudah keroncongan dan disini tidak ada makanan berat. Di sini, pedagang kaki lima hanya menjajakan waffel, ice cream, dan bibit-bibit bunga jadi tidak bisa kenyang. Tepat jam 4 siang, di tengah matahari yang bersinar sangat terik, kami meninggalkan Keukenhof kembali menuju Leiden dengan memori yang tidak mungkin terlupakan: mengunjungi secuil taman surga di daratan Eropa.
Rohman Al Bantani, Smaragdlaan 17 April 2010, 22.40 WB (Waktu Belanda).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar